"Tiap Hari 35 Perempuan RI Jadi Korban Kekerasan Seksual"

Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Jadi, ini ruang yang harus kita isi. Bagaimana membangun ruang di mana fakta ini, teks-teks digunakan untuk mencari jalan keluar terhadap persoalan. Itu cara kita bernegosiasi dengan tokoh-tokoh agama. Jadi, katakanlah kalau ada teks menyegerakan perkawinan itu sunah, misalnya, dan sering dipakai untuk membenarkan perkawinan anak, kita akan hadirkan beberapa data hasil pemantauan kita. Kasus-kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan tentang dampak perkawinan anak, lapisan masalah yang muncul dari perkawinan anak, kemudian bagaimana teks ini mau digunakan.

Selama ini, begitu untuk kasus-kasus yang lain. Karena kekerasan pada perempuan, salah satu yang membuat jadi berulang itu kan justifikasi dari tafsir-tafsir agama. Itu yang kita lakukan. Memang, kemudian tidak langsung kasusnya menurun. Jadi, step untuk ini, tahapan yang pertama sekali, harus kita perhatikan kesadaran masyarakat meningkat. Kesadaran itu yang akan berkontribusi pada dukungan terhadap korban. Pada pencegahan berulangnya kekerasan. Jadi, kesadaran itu dulu yang kita bangun dengan pendidikan, dengan melibatkan orang-orang kunci yang bisa menjalankan peran pendidikan itu.

Kendala memberi pemahaman pada keluarga apa sih? Karena, kalau dilihat dari catatan kekerasan di 2016 dari 259.150 kasus, sebanyak 245.548 didapat dari Pengadilan Agama. Artinya, kasus terbesar ada di keluarga.

Pengadian Agama sebagian besar kasus gugat cerai, jadi istri yang gugat cerai. Dan, fenomena meningkatnya angka gugat cerai harus dicermati bersama. Ini bukan perempuan sudah mulai durhaka. Ini yang kita komunikasikan dengan tokoh agama. Tidak semua gugat cerai masuk Komnas, bahkan ada yang sama sekali tidak diadukan dan mereka langsung gugat. Tetapi, tidak ada gugat cerai yang tidak dilatarbelakangi masalah. Ada 13 kategori gugat cerai, itu termasuk kekerasan pada perempuan, jadi tidak keliru juga angka gugat cerai tinggi punya latar belakang kekerasan.

Tapi di sisi lain, kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dilayani lembaga layanan Komnas Perempuan di daerah-daerah tercatat jelas, setiap tahun juga meningkat. Kalau ditanya apa hambatannya, pertama sekali pola asuh keluarga itu belum sepenuhnya bisa memainkan peran mencegah terjadinya kekerasan. Ketika istri mengalami kekerasan dari suami, kemudian mengadu pada keluarga, sikap menyuruh bersabar masih terbangun, bahkan menyalahkan dan menyuruh introspeksi. Padahal, pengalaman bertemu korban, rata-rata istri akan menceritakan kekerasan yang menimpanya kepada orang lain itu bukan (kekerasan) yang pertama kali, tetapi yang berulang. Yang pertama, biasanya tidak pernah diceritakan. Dia cerita, karena dia butuh dukungan. Ketika tidak diberikan, bukan saja menghambat korban, tetapi juga korban tidak mau cerita lagi karena dari sisi agama juga mengatakan tidak boleh buka aib.