"Tiap Hari 35 Perempuan RI Jadi Korban Kekerasan Seksual"
- VIVA/Muhamad Solihin
Ketika pemerintah mengambil keputusan itu, menurut Komnas Perempuan perspektif mereka yang tidak dalam posisi korban, atau mereka punya pertimbangan tertentu?
Pertimbangan mereka, seingat saya tidak ada alasan yang terlalu jelas ketika mengurangi pasal-pasal itu untuk tindak pidana kekerasan seksual. Yang pelecehan seksual, pemerintah ganti dengan pencabulan, jadi mengambil istilah yang ada dalam KUHP. Padahal, kalau pencabulan, KUHP enggak bisa melindungi korban pelecehan yang sifatnya enggak kontak fisik. Misalnya, dikirimi foto-foto porno, dilecehkan secara verbal itu tidak bisa terjawab. Karena, pencabulan itu unsurnya harus ke fisik. Kalau enggak diremas, kalau enggak diapain itu enggak bisa diadukan.
Jadi kalau ada kasus, misalnya pelecehan secara verbal, bisa menguap begitu saja?
Sudah saja kayak sekarang ini. Tetapi, untuk pelecehan secara verbal itu kita membuatnya sebagai delik aduan, jadi enggak mesti juga penjara penuh, karena itu sebab banyak sekali kasusnya. Jadi, kalau korbannya keberatan dia akan adukan. Tetapi, kalau dia merasa belum perlu diadukan enggak ada proses peradilan untuk ini. Kenapa ini perlu diatur? Supaya kita juga bisa memperbaiki budaya masyarakat. Kalau pelecehan secara verbal ini dibiarkan terus, itu bisa jadi budaya nantinya. Sekarang saja, seakan-akan colek perempuan sudah dianggap hal biasa. Laki-laki kayak merasa dikasih hak oleh siapa gitu. Nah, budaya itu harus kita diperbaiki, dihapus.
Kemudian, pemaksaan perkawinan juga dihapus. Padahal, angka perkawinan anak tinggi sekali. UU Perkawinan tidak kunjung direvisi. Lalu, pemaksaan aborsi, kita rumuskan karena KUHP hanya mengkriminalkan orang yang meminta aborsi dan yang melakukan aborsi kalau orang itu bukan petugas medis. Dukun bisa kena pidana, jika dia lakukan aborsi, dan yang minta diaborsi. Sementara itu, laki-laki yang menyuruh aborsi dan menghamili enggak kena, karena dalam KUHP dia bukan pelaku. Ini enggak bisa, kasusnya banyak sekali loh, laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab dan menyuruh aborsi.
Bahkan, sudah aborsi dan pendarahan sampai meninggal ada, dia enggak dikejar, enggak kena. Jadi, ini yang kita minta diatur. Yang menyuruh supaya terjerat, jadi jangan sudah korban lalu dia dikriminalkan lagi. Karena, orang hamil di luar nikah itu sanksinya enggak hanya di pengadilan, tetapi juga dari keluarga dan masyarakat, sepanjang hidup dia. Kalau ada yang enggak kuat, enggak survive, ada yang bunuh diri. Karena itu, pemulihan menjadi hal yang penting buat mereka. Atau gangguan jiwa, karena enggak ada yang dukung, semua akan menyalahkan dia. Jadi, kami memberikan tanggapan tertulis dan apa yang harus dilakukan.