AFPI Bantah Terlibat Kartel Bunga Pinjol
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta, VIVA – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) buka suara, terkait Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang segera menyidangkan kasus dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol).
Sebanyak 97 penyelenggara pinjol diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal yang dibuat AFPI.
Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Andi Kasim mengatakan bahwa pihaknya telah dipanggil oleh KPPU atas tuduhan praktik kartel suku bunga di industri pinjol yang tinggi. Dia pun membantah tuduhan yang dilayangkan oleh KPPU, menurutnya penetapan suku bunga ini sudah berdasarkan diskusi bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Yang ingin saya jelaskan disini bahwa tuduhan KPPU itu kan terjadinya kartel atau kesepakatan harga antara pelaku industri seiring atau sesuai dengan pendapat-pendapat tadi itu memang tidak terjadi," ujar Ronald dalam konferensi pers Rabu, 14 Mei 2025.
Ronald menjelaskan, batas bunga maksimum yang pertama kali diterbitkan dalam code of conduct tahun 2018 dan saat ini sudah dicabut serta tidak berlaku lagi. Saat itu bunga pinjaman yang ditetapkan sebesar 0,8 persen per hari, dan saat ini sebesar 0,3 persen.
“Batas bunga maksimum yang kami buat adalah batas atas, bukan harga tetap. Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6 persen, 0,5 persen, bahkan 0,4 persen per hari,” jelasnya.
Ronald mengatakan, bunga pinjaman ditentukan secara individual oleh masing-masing platform berdasarkan risiko, jenis pinjaman, serta kesepakatan antara pemberi pinjaman dan peminjam. Dia menegaskan, tak ada paksaan harga seragam dalam praktik industri.
Dia menjelaskan, setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) disahkan dan OJK menerbitkan SEOJK No 19 Tahun 2023 yang secara eksplisit mengatur bunga pinjaman fintech, AFPI diakuinya segera mencabut batas bunga maksimum tersebut dan menyelaraskan sepenuhnya dengan ketentuan regulator.
“Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” tegasnya.