Bantah KPK, Habiburokhman Sebut RUU KUHAP Perkuat Pemberantasan Korupsi

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta
Sumber :
  • Yeni Lestari/VIVA

Jakarta, VIVA – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman membantah tudingan KPK soal RUU KUHAP yang dinilai melemahkan pemberantasan korupsi. Ia mengklaim, beberapa pasal dalam draf tersebut justru akan memperkuat posisi KPK, bukan melemahkannya.

Hasto Dapat Amnesti dari Prabowo, Begini Respons KPK

Hal tersebut disampaikan Habiburokhman merespons 17 poin kekhawatiran yang sebelumnya diungkapkan oleh lembaga antirasuah tersebut.

Habiburokhman menepis anggapan bahwa RUU KUHAP akan menghilangkan sifat lex specialis atau kekhususan hukum yang dimiliki KPK. Ia menilai, RUU ini secara eksplisit mengakui keberadaan UU lain yang mengatur hukum acara secara khusus.

Hore! Anggota Polres Priok Sebentar Lagi Bisa Dapat Rumah Dinas

Rapat Dengan Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Polri

Photo :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

"Tidak benar bahwa KUHAP menghilangkan sifat lex specialis UU Tipikor dan UU KPK. RUU KUHAP justru memperkuat posisi KPK," ucap Habiburokhman kepada wartawan, dikutip Kamis, 24 Juli 2025.

Indonesia Masuk 50 Besar Negara Paling Damai, Pengamat: Positif Tapi Belum Ideal

Ia menyinggung Pasal 3 ayat (2) RUU KUHAP yang menyebutkan bahwa ketentuan dalam UU ini berlaku, kecuali diatur lain dalam Undang-Undang lain.

"Selain itu, dalam Pasal 7 ayat (5) RUU KUHAP secara eksplisit menyebutkan bahwa Penyidik pada KPK dikecualikan dari koordinasi dan pengawasan oleh Penyidik Polri," kata dia.

Habiburokhman membantah tudingan bahwa RUU KUHAP membatasi penyelidik hanya boleh dari unsur Polri. Ia mengklaim, definisi penyelidik dalam draf terbaru sudah mengakomodir penyelidik dari institusi lain seperti KPK.

"Berdasarkan hasil kesepakatan Panja, dalam Pasal 1 angka 7, disebutkan bahwa Penyelidik adalah Pejabat Kepolisian atau pejabat lain yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Jadi tidak benar kalau Penyidik hanya dari Polri," pungkasnya.

Komisi III DPR RI

Photo :
  • Istimewa

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 17 permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Permasalahan tersebut terkait ketidaksinkronan RUU KUHAP dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan, dan ini masih terus kami diskusikan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.

Budi menyampaikan bahwa 17 permasalahan yang ditemukan adalah pertama, mengenai hilangnya sifat lex specialis atau kekhususan KPK dalam RUU KUHAP.

Kedua, keberlanjutan penanganan perkara KPK yang hanya dapat diselesaikan berdasarkan KUHAP.

Ketiga, keberadaan penyelidik KPK yang tidak diakomodasi dalam RUU KUHAP, dan penyelidik disebut hanya berasal dari Polri serta diawasi oleh penyidik Polri.

Keempat, RUU KUHAP mengatur definisi penyelidikan hanya mencari dan menemukan peristiwa tindak pidana, sedangkan penyelidikan berdasarkan UU KPK untuk menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti.

Kelima, keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti dalam RUU KUHAP hanya berdasarkan yang diperoleh di tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan penyelidikan tidak. Sementara UU KPK menyebut keterangan saksi dapat diakui sebagai alat bukti sejak tahap penyelidikan, atau sebelum tahap penyidikan dan seterusnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya