Profesor Harvard Ungkap Kabar Buruk Buat Pekerja, Sebut 35 Persen Pekerjaan Kantoran Bisa Digantikan AI
- Pixabay.
Jakarta, VIVA – Kecerdasan buatan (AI) kini bukan lagi teknologi masa depan, ia sudah menjadi bagian nyata dalam kehidupan kerja masa kini. Semakin banyak perusahaan yang mulai memanfaatkan AI untuk mempercepat pekerjaan, mengefisiensikan operasional, bahkan menggantikan tugas-tugas manusia.
Meski terlihat menjanjikan, tren ini juga menimbulkan kecemasan, terutama bagi para pekerja kantoran. Salah satu pandangan paling tajam datang dari Christopher Stanton, Associate Professor bidang Administrasi Bisnis di Harvard Business School.
Dalam laporan terbaru yang dikutip dari The Harvard Gazette, Selasa 5 Agustus 2025, ia mengungkap betapa seriusnya potensi gangguan yang ditimbulkan AI terhadap pekerjaan kantoran. Dan menurutnya, kita mungkin tak bisa berbuat banyak untuk menghentikannya.
AI Bisa Gantikan Sepertiga Tugas Kantoran
“Jika kita melihat tugas-tugas yang bisa dilakukan oleh pekerja kantoran, dan membandingkannya dengan kemampuan AI saat ini, ada sekitar 35 persen tugas yang bisa ditangani oleh AI,” ujar Stanton, seperti dikutip dari Inc, Selasa, 5 Agustus 2025.
Dengan kata lain, sekitar satu dari tiga tugas di kantor dapat diserahkan pada mesin. Dan yang mengejutkan, semua alat itu sudah tersedia saat ini dan dapat langsung digunakan oleh perusahaan.
Laporan ini memperkuat riset sebelumnya dari Microsoft yang menyebutkan bahwa pekerjaan seperti telemarketing dan penerjemah masuk kategori paling rentan tergantikan oleh AI. Sebaliknya, profesi seperti asisten perawat atau pengawet jenazah justru lebih aman karena lebih banyak membutuhkan keahlian praktis langsung.
Namun, Stanton menekankan bahwa meskipun AI mampu menggantikan banyak tugas, belum tentu semua perusahaan akan langsung mengambil langkah itu. “Apakah perusahaan benar-benar akan memilih melakukan itu atau tidak, masih menjadi pertanyaan terbuka,” jelasnya.
AI Bisa Membantu, Bukan Menggantikan Total
Ilustrasi sedang bekerja.
- freepik.com/tirachardz
Stanton juga menyampaikan pandangan optimisnya, dengan menggunakan profesinya sendiri sebagai contoh. “Dalam skenario yang lebih positif, perusahaan mungkin menggunakan AI untuk mengotomatisasi sebagian tugas, sehingga orang bisa fokus pada aspek pekerjaan yang lain.”
Sebagai dosen, ia memprediksi, bahwa 20 persen atau 30 persen tugas profesor bisa dikerjakan AI, sementara 70 persen atau 80 persen lainnya justru bisa menjadi pelengkap dari hasil kerja AI. Di sini, ia menggemakan argumen yang sering disuarakan oleh para pendukung AI, bahwa teknologi ini bukan musuh, melainkan mitra kerja.
AI Bisa Rusak Pasar Kerja
Namun, Stanton tak menutupi sisi gelap dari perkembangan AI yang sangat cepat. “AI mungkin merupakan teknologi dengan penyebaran tercepat sejauh ini," kata dia. Dan jika penyebaran ini tak dikendalikan, ia khawatir bisa mengganggu struktur pasar kerja dan menghantam pekerja kelas menengah.
“Politisi kemungkinan hanya memiliki kemampuan terbatas untuk mengendalikan hal ini, kecuali melalui subsidi atau kebijakan pajak,” tambahnya.
Menurutnya, setiap upaya untuk mempertahankan lapangan kerja akan langsung berhadapan dengan pesaing yang lebih gesit dan berbiaya lebih rendah karena tak terbebani tenaga kerja lama.
Pandangan Stanton juga sejalan dengan kontroversi yang baru-baru ini menimpa CEO Amazon, Andy Jassy. Dalam memo internalnya, Jassy menyampaikan bahwa AI akan mengambil alih beberapa pekerjaan di Amazon.
Pernyataan tersebut memicu kemarahan di kalangan pekerja, bahkan hingga muncul tuntutan agar posisi eksekutif juga berada di bawah ancaman AI.
Namun dalam rapat pendapatan perusahaan, Jassy meralat pernyataannya. “AI akan sangat mengubah cara kita bekerja,” katanya.
Ia menambahkan bahwa teknologi ini akan “membuat pekerjaan rekan-rekan kami lebih menyenangkan” karena membebaskan mereka dari tugas-tugas rutin yang sebelumnya sulit diotomatisasi.
“Gunakan kata-kata jujur bahwa teknologi ini untuk membantu pekerjaan harian mereka, dan janjikan bahwa mereka tidak akan dibebani tugas tambahan hanya karena AI sudah digunakan," saran Stanton.